top of page

Festival Kartini 2015: Pembawa Misi Budaya dan Ekonomi Kabupaten Jepara

Artikel: Isthi Rahayu | Foto: Yudika Nababan, Suhendi

Bisa dibilang, bulan April menjadi bulan yang istimewa bagi Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Bagaimana tidak, pada bulan April ini terdapat dua momen yang sungguh berarti bagi kota yang terkenal dengan kriya ukirnya ini, yaitu Hari Jadi Jepara dan bulan kelahiran RA Kartini, Pahlawan Nasional Indonesia. Maka tak salah rasanya jika kedua momen ini dirayakan dengan cara yang istimewa, yaitu melalui penyelenggaraan Festival Kartini 2015. Usut punya usut, ternyata Festival Kartini bukan sekadar keriaan tanpa arti alias hura-hura. Karena setelah berbincang dengan sang “komandan acara” Hadi Priyanto, Bupati Jepara Ahmad Marzuqi, serta Wakil Bupati Jepara Subroto, tampak jelas jika ada misi yang lebih jauh lagi dari penyelenggaraan festival yang sudah diselenggarakan untuk ketiga kalinya ini, yaitu ingin meningkatkan perekonomian di Jepara dan menanamkan kembali kearifan lokal serta kebudayaan Jepara kepada masyarakat Jepara. Cikal bakal penyelenggaraan Festival Kartini berawal sejak September 2012, ketika Bupati dan Wakil Bupati periode 2012-2017 baru saja dilantik. Saat itu, aktor kenamaan alm. Alex Komang teringat pada kampung halamannya dan kemudian bersama pemerintahan setempat mengadakan Simposium Kebudayaan dan Pembangunan dengan tema “Rekonstruksi Jepara untuk Masa Depan.” Salah satu permasalahan yang terpetakan pada saat itu adalah betapa “tidak setianya” pewaris tradisi Jepara pada kebudayaan asli. Budaya asing semakin meraja lela, sedangkan kearifan lokal Jepara kian lama kian tersingkir. Anak-anak sekarang dibesarkan dengan internet dan TV, yang tak jarang mengedepankan kebudayaan asing.

Salah satu dampak dari derasnya invasi budaya asing ini adalah turunnya minat masyarakat pada sektor ukir karena dianggap tidak mendatangkan masa depan. “Padahal, 70% masyarakat Jepara hidup dari industri pengolahan kerajinan khas Jepara, semisal kerajinan logam monel, tenun troso, batik Jepara, ukiran, anyaman, dan lain-lain,” ujar Subroto. Dan karena Jepara tidak masuk ke dalam jalur ekonomi Jakarta-Surabaya, maka Jepara pun jadi terisolasi. Kendala dalam hal lokasi inilah yang akhirnya memaksa Pemerintahan Jepara untuk memutar otak, bagaimana caranya agar sektor kerajinan dapat terangkat kembali dan akhirnya dipandang dapat “mendatangkan masa depan” oleh masyarakat. Pemerintahan setempat saat ini mengupayakan agar para pengrajin ini dapat menemui end user mereka tanpa harus melalui banyak perantara sehingga menciptakan disparitas harga yang besar antara end user di satu kota dengan kota lainnya. “Lalu, bagaimana caranya mendatangkan banyak orang ke Jepara, mengenalkan lebih jauh kerajinan tangan dan kebudayaan Jepara pada masyarakat regional, nasional, maupun internasional? Jawabanny adalah dengan menyelenggarakan event dengan kemasan yang menarik,” tandas Hadi Priyanto yang saat ini juga menjabat sebagai Kepala Bagian Humas Pemda Jepara.

Kenapa Kartini? Itu pasti yang menjadi pertanyaan banyak pihak, termasuk redaksi Seputar Event. “Karena Kartini adalah kekuatan absolut Jepara. Saat kita membicarakan soal ukir, ada daerah lain yang juga terkenal dengan ukirnya, semisal Asmat ataupun Bali. Namun Kartini, hanya Jepara yang punya,” jawab Hadi Priyanto. Dari sini tim Seputar Event tergelitik untuk menilik lebih jauh tentang sosok RA Kartini yang merupakan pahlawan emansipasi tersebut. “Wah, salah besar jika kita menganggap Kartini sekadar pahlawan emansipasi dan emansipasilah yang menjadi tujuan akhir perjuangan Kartini. Bagi wanita kelahiran 21 April 1879 itu, emansipasi hanyalah sasaran antara. Yang menjadi tujuan akhir dari perjuangannya adalah memunculkan wanita-wanita Indonesia yang terdidik, memiliki budi pekerti dan keterampilan, sehingga dapat mendidik anak-anaknya, yaitu anak bangsa,” papar Hadi Priyanto. “Karena Ibu Kartini memiliki prinsip, hanya wanita yang memiliki budi pekerti lah yang dapat mendidik anak sehingga memiliki budi pekerti. Dan hanya wanita yang berpendidikan lah yang dapat membentuk anak-anaknya sehingga berpendidikan. Sekilas perjuangan Ibu Kartini hanya sebatas persoalan gender, namun yang ia perjuangkan sebenarnya adalah membangun pondasi bangsa agar diisi dengan manusia-manusia yang memiliki pendidikan, berbudi pekerti, akhlak yang baik, dan juga kreatif,” tambah Hadi Priyanto. Memang bisa dibilang di masa yang sangat singat, RA Kartini sudah membawa perubahan yang sedemikian besarnya. Seperti yang dituturkan oleh Ahmad Marzuqi, saat berbincang di rumah dinasnya siang itu. “Bentuk penghargaan pribadi saya pada ibu Kartini adalah, saya menganggap Ibu Kartini adalah salah satu wali Allah. Apa kesamaanya? Para wali itu diberikan waktu yang istimewa, walaupun temponya singkat, namun masa hidupnya digunakan untuk memunculkan ide-ide kreatif, pikiran cerdas, bahkan untuk kegiatan-kegiatan yang secara nalar tidak dapat kita lampaui. Ibu kartini hanya mengenyam pendidikan hingga Sekolah Dasar. Ia pun meninggal di usia yang cukup muda. Namun toh ia sudah memikirkan bangsanya sedemikian jauh. Dan tak hanya itu, ia juga melakukan hal-hal yang ia anggap dapat memajukan kaumnya, wanita,” ujarnya. “Saat itu ia juga sudah menerjemahkan Alquran ke dalam Arab Pegon, agar kaumnya yang tidak bisa berbahasa Arab dapat lebih dekat dengan sang khalik,” tambahnya.

Memang banyak yang tak diketahui masyarakat luas mengenai sosok RA Kartini, termasuk andilnya dalam memajukan seni ukir di Jepara. “Ketika Kartini baru saja keluar dari masa pingitan, 16 tahun, ia menghabiskan waktunya untuk berkarya, membuat lukisan, membatik, hingga akhirnya mengumpulkan pengrajin miskin yang ada di sekelilingnya untuk dibina. Hasil karya mereka ia kirim ke Belanda, untuk mengikuti Pameran Nasional Karya Wanita yang diadakan di Den Haag pada 1898. Karya-karya yang dikirimkan Kartini tersebut menarik perhatian Ratu Emma sehingga sosok Ibu Kartini yang ‘hanya putri Bupati Jepara dan hanya sekolah hingga SD,’ pun dipublikasikan di Belanda serta menarik perhatian masyarakat luas,” ujar Hadi Priyanto membuka kisahnya mengenai sosok Kartini. “Dan ketika dua tahun kemudian Pemerintah Belanda membuat lembaga bernama Oos en West yang bertujuan untuk menghidupkan kembali kerajinan tangan di Hindia Belanda yang sedang surut, maka produk-produk kerajinan binaan Kartini menjadi salah satu idola yang dibeli oleh Oost en West,” lanjutnya.

RA Kartini awalnya hanya membina 10 pengrajin namun berkembang hingga 50 pengrajin. Para pengrajin itu dibina agar juga menciptakan pembaruan pada produknya, semisal membuat tempat perhiasan, tempat rokok, pigura, dan souvenir-souvenir lainnya yang lebih marketable ketimbang mebel. Melihat bisnis ukiran yang semakin berkembang dan untuk menghargai jasa RA kartini dalam bidang ukir, akhirnya pada saat itu Pemerintah Belanda pun membuka Sekolah Pertukangan Ukir, Openbare Ambachtsschool pada 1929. Dari sinilah bermula terdidiknya pengrajin-pengrajin ukir sehingga menciptakan motif Yogyakarta, Pekalongan, Bali, Solo, dan lain-lain. Predikat Jepara sebagai Kota Ukir pun semakin dikenal,” tutur Hadi Priyanto. “Namun predikat Jepara sebagai kota ukir dunia dengan tagline-nya Jepara the World Carving Centre seyogyanya tak berhenti di situ saja. Perlu ada upaya khusus untuk lebih menanamkan kecintaan masyarakat pada seni ukir sejak dini,” papar hadi Priyanto. “Oleh karena itu, pada Festival Kartini 2015 sebanyak mungkin kami selipkan materi-materi yang terkait dengan seni ukir. Misalnya saja dengan menyelenggarakan Lomba Mewarnai Gambar Ukir PAUD-TK, Menyelesaikan Gambar Ukir SD, Menggambar Ukir Tingkat SMP, dan sebagainya. Dari situ, kami berharap agar perspektif generasi sekarang akan Kartini itu tak sekadar pada emansipasi semata, namun juga kreativitas,” pungkas Hadi Priyanto.

Ternyata tak hanya ukiran saja yang menjadi perhatian panitia Festival Jepara 2015. Karena ada kerajinan lain milik Jepara, yang juga jadi bintang di festival ini: batik dan tenun troso. Tak hanya sekadar “dipertontonkan,” pada kesempatan para pengrajin batik dan tenun troso pun menuai keuntungan. Misalnya pada penyelenggaraan Jepara Batik Tenun Fashion Week yang masuk pada rangkaian Festival Kartini 2015. Para peserta yang berjumlah 322 orang mendapat diskon khusus dari para pengrajin batik dan tenun. Dengan cara ini, kedua belah pihak pun merasa diuntungkan. Para peserta bisa mendapatkan bahan baku dengan murah sementara di lain sisi, para pengrajin pun dapat keuntungan karena produknya laku sekaligus di ekspos. Bisa dibilang, pelaksanaan Festival Kartini ini semakin berkembang setiap tahunnya. Pada tahun pertama Festival Kartini hanya dimeriahkan oleh 14 kegiatan, tahun ketiga diselenggarakan 16 kegiatan, dan pada tahun ketiga ini total ada 38 kegiatan berbasis kebudayaan yang diselenggarakan selama dua minggu penuh. Sebut saja Jepara Cultural Festival, Jepara Carnival, Resepsi Kartini ke-136, ataupun talk show Kartini-Kartini Hebat yang dipandu oleh Andy F. Noya. Kehadiran Andy F. Noya menjadi salah satu bukti jika Festival Kartini 2015 telah menarik perhatian banyak pihak. Tak hanya presenter yang akrab melalui acara Kick Andy di salah satu stasiun TV Swasta ini saja, kehadiran Menteri Pemberdayaan Wanita Republik Indonesia Yohana Susana Yembise, serta Jaksa Agung HM Prasetyo pada Festival Kartini 2015 juga telah mendapat perhatian khusus dari pemerintahan pusat. Dengan adanya perhatian dari pemerintah pusat yang didapat saat ini, maka keinginan Pemda Jepara untuk menjadikan Festival Kartini sebagai event nasional pun sudah tinggal selangkah lagi.

Setelah dua minggu diselenggarakan, Festival Kartini 2015 pun secara resmi ditutup pada 21 April 2015 bersamaan dengan digelarnya Opera Jepara yang mengisahkan tentang Legenda Teluk Awur. Pada kesempatan ini, Hadi Priyanto membacakan laporan pertanggungjawaban sponsor yang disusul dengan prosesi penutupan oleh Ahmad Marzuqi. Akhirnya, setelah dua hari menyusuri jejak RA Kartini melalui acara-acara yang diselenggarakan pada Festival Kartini, melalui kunjungan ke Museum Kartini ataupun kamar RA Kartini yang terletak di rumah dinas Bupati Jepara, juga berbincang dengan pemimpin-pemimpin Bupati, tim Seputar Event pun setuju dengan apa yang diungkapkan oleh Subroto, “peranan Ibu Kartini para era sekarang adalah sebagai inspirator generasi mudah utuk secara kreatif dan tekun dapat berjuang sesuai dengan masanya,” pungkasnya.

Setelah tiga hari bertugas di Jepara, tim Seputar Event pun harus kembali ke ibu kota. Tapi yang jelas, beragam pengalaman kami dapatkan selama meliput Festival kartini 2015. Tunggu road trip kami selanjutnya pada event-event mengagumkan yang lain.

Jangan lewatkan juga beragam acara yang sempat kami liput pada gelaran Festival Kartini 2015 selama di Jepara:

61 views0 comments
bottom of page