Stand Up Dagelan
Pertunjukan Mati Ketawa Cara Politikus Indonesia memadukan dua bentuk pertunjukan yakni “stand up comedy” dan “dagelan”. Empat komedian dalam pementasan ini, bisa mewakili tradisi komedi yang tumbuh di negeri ini. Sammy dan Mongol adalah dua comic yang memiliki karakter kuat; mereka tumbuh dengan disiplin seorang comic, yang terbiasa tampil tunggal. Sementara Susilo dan Marwoto, boleh dibilang sebagai komedian yang tumbuh dengan tradisi pentas dagelan, terutama dagelan Mataraman. Masing-masing memiliki karakteristik yang kuat dan menarik. Karena itulah, ide mempertemukan keempat komedian itu dalam satu panggung pementasan, menjadi tantangan tersendiri.
Masing-masing akan tampil tunggal (sebagaimana dalam stand up comedy) tetapi keempatnya membawakan peran yang saling berkaitan, dan membuat satu alur cerita. Tentu ini “tantangan” bagi para komedian itu. Para komika yang tidak terbiasa bermain dalam satu alur cerita, akan mendapatkan pengalaman memainkan satu peran tetapi tidak menghilangkan kekhasan dan gaya mereka yang otentik. Sementara para komedian seperti Marwoto dan Susilo yang terbiasa membawakan peran dan cerita, ditantang untuk tampil tunggal, dan mengeluarkan semua keterampilan mereka sebagai komedian. “Semoga mereka bisa saling belajar dan memahami, karena bagaimana mereka bertemu dan berproses, kemudian saling berbagi ide, menjadi yang kami harapkan dalam proses ini,” ujar Agus Noor, yang akan menyutradari pementasan ini. “Sebagai sutradara tugas saya sebenarnya hanya memfasilitasi, dan memberikan mereka ruang untuk saling mengeksplorasi apa yang bisa dikembangkan dalam latihan. Para komedian yang seakan hidup dengan latar belakang berbeda itu, semoga bisa saling belajar dan berinteraksi. Saling berbagi pengalaman dan juga kecerdasan mereka dalam mengolah humor.”
Sinopsis
Pentas Mati Ketawa Cara Politikus Indonesia mengisahkan tentang seorang politikus yang mendadak sakit secara tepat waktu: saat dirinya terkena kasus korupsi. Ia merasa rumah sakit adalah tempat terbaik untuk menyelamatkan diri. Seorang koleganya menjenguk, dan mendukung politikus yang sedang kena apes itu. Ada dokter yang merawatnya, juga ada pasien di rumah sakit yang menyaksikan semua kisah itu: politikus yang pura-pura sakit itu mendapat perlakuan istimewa, sementara dirinya yang benar-benar sakit malah diabaikan.
Begitulah, keempat tokoh yang dibawakan oleh empat komedian itu saling berinteraksi. “Ini seperti satu peristiwa, atau satu kisah, yang dilihat dari empat sudut pandang pencerita yang berbeda, satu teknik penceritaan yang sebenarnya kerap dipakai sebagai teknik bercerita dalam sastra.” ujar Agus Noor. Sudut pandang yang berbeda, akan memunculkan pandangan atau opini yang berbeda pula, yang satu sama lain akan memunculkan kontradiksi dan ironi. Dari sanalah kelucuan-kelucuan akan muncul. Dalam komedi, sebuah kebenaran memang akan menjadi terlihat lain, bila kita melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Komedi memang memungkinkan kita melihat sebuah persoalan secara berbeda.
Dengan cara pandang komedi itulah, persoalan dan isu politik dilihat oleh para komedian. “Politik kita yang memang lucu, pasti menjadi sumber inspirasi yang menarik bagi para komedian itu. Tantangannya, jangan sampai mereka kalah lucu dibanding peristiwa politik yang sebenarnya.“ ujar Butet Kartaredjasa. Pentas ini bisa juga menjadi semacam kaleidoskop politik melalui pementasan humor. Bagaimana peristiwa-peristiwa politik tidak sekedar ditertawakan atau menjadi bahan lelucon, tapi direfleksikan, dilihat dengan lebih jernih melalui humor.
TIM KREATIF
Butet Kartaredjasa, Agus Noor
TEMPAT PERTUNJUKAN
Graha Bhakti Budaya
Taman Ismail Marzuki, Jakarta
5 Desember 2014
Pukul 20.00 WIB
RESERVASI TIKET
KAYAN: 0838 9971 5725/ 0856 9342 7788